Minggu, 22 Maret 2009

"Kuali Peleburan Budaya" di Jawa Timur

Peta Jawa TimurMENJELANG pemilihan umum digelar, jalan-jalan di seluruh pelosok Jawa Timur banyak dijejali aneka bunyi slogan dengan beraneka bahasa lokal. Sama-sama berasal dari Provinsi Jatim, orang Madura belum tentu bisa memaknai slogan dengan bahasa Jawa, begitu pula sebaliknya.

Jatim memang plural, beragam. Meskipun memegang nama ”Jawa” yang memberi kesan bahwa masyarakatnya monokultur, tetapi kenyataannya tidak. Bahkan, apabila wilayah ini dibagi- bagi lagi menjadi beberapa wilayah kecil berdasarkan kultur lokal yang berkembang, ”wajah” Jatim akan kelihatan keragamannya.

Budayawan Universitas Jember, Ayu Sutarto (2004), pernah membagi wilayah ini menjadi empat tlatah atau kawasan kebudayaan besar. Keempatnya adalah tlatah kebudayaan Jawa Mataraman, Arek, Madura Pulau, dan Pandalungan. Selain itu, masih ada enam lagi, tetapi luasan wilayah lebih kecil, yakni Jawa Panoragan, Osing, Tengger, Madura Bawean, Madura Kangean, dan Samin.

Tlatah budaya yang pengaruhnya paling luas adalah Mataraman yang berada di sebelah barat. Bentangan cakupannya dari mulai perbatasan Provinsi Jawa Tengah di barat hingga Kabupaten Kediri di timur.

Tlatah ini dinamai Mataraman karena masih mendapat pengaruh yang kuat dari budaya Kerajaan Mataram, baik pada masa Hindu-Buddha maupun era Kesultanan Mataram Islam yang berpusat di Yogyakarta maupun Surakarta. Karena itu, adat istiadatnya mirip dengan masyarakat Jateng yang berakar pada budaya ekologi sawah, agraris.

Pola permukiman desanya mengelompok dan memiliki solidaritas desa yang kuat sehingga tradisi gotong royong pun berkembang.

Di sebelah timur Mataraman adalah wilayah Arek. Batas fisik alamnya adalah Sungai Berantas. Cakupan wilayahnya membentang dari pesisir utara di Surabaya hingga ke daerah pedalaman selatan, daerah Malang. Wilayah ini tergolong paling pesat perkembangan ekonominya, 49 persen aktivitas ekonomi Jatim ada di sini. Tak heran bila arus migrasi dari wilayah lain banyak masuk ke kawasan ini.

Karena banyak bersentuhan dengan pendatang dari latar budaya, mereka membentuk budaya yang khas, budaya komunitas Arek. Mereka mempunyai semangat juang tinggi, solidaritas kuat, dan terbuka terhadap perubahan.

Kawasan komunitas budaya ketiga adalah Madura. Wilayahnya di Pulau Madura yang kondisi geografisnya sebagian besar merupakan lahan kering. Kondisi lingkungan itulah yang akhirnya turut membentuk budaya yang berbeda jauh dengan budaya Jawa.

Menurut Kuntowijoyo (2002) dalam bukunya Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940, keunikan budaya Madura terletak pada bentukan ekologi tegal. Ciri yang dapat dikenali adalah pola permukiman desanya terpencar, tidak memiliki solidaritas desa, sehingga membentuk ciri hubungan sosial yang berpusat pada individual, dengan keluarga inti sebagai unit dasarnya.

Karena daerahnya relatif kurang subur, banyak orang Madura akhirnya bermigrasi ke wilayah Jatim lainnya yang subur, terutama di daerah yang sekarang disebut sebagai kawasan budaya Pandalungan.

Pandalungan sendiri berasal dari kata dasar bahasa Jawa dhalung yang berarti ”periuk besar”. Tempat bertemunya dua budaya besar, budaya Jawa dan budaya Madura, budaya sawah dengan budaya tegal yang kemudian membentuk budaya baru, Pandalungan.

Ciri khas budaya ini adalah membentuk karakter masyarakat yang agraris-egaliter, bekerja keras, agresif, ekspansif dan memiliki solidaritas tinggi, tetapi masih menempatkan pemimpin agama Islam sebagai tokoh kunci. Wilayahnya meliputi Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, Lumajang, dan Jember.

Pembagian wilayah kultural ini menunjukkan bahwa Jatim memang dinamis, terus bergerak. Inilah bagian dari Jawa yang mengalami perubahan budaya yang dipelopori oleh percampuran budaya lokal. Tempat ”kuali” budaya-budaya lokal dan asing ”dileburkan”.


(Ignatius Kristanto/ Litbang Kompas)

1 komentar:

  1. Asal mula Arek berasal ketika jaman Kerajaan Singosari-Majapahit. Pada saat berdirinya Kerajaan Singosari-Malang dan Ken Arok sebagai Rajanya, ada peruntukan khusus untuk nama Arek yg berarti adalah -keturunan-. Arok memiliki arti Dewa/Tuhan sedangkan Arek berarti "Anak/Anak-dari" (Arti Ken sendiri selain memiliki banyak arti juga kental dgn makna "teritorial"). Ini adalah bentuk pembeda dari wilayah "Bocah-an" dan "Arek-an" yg mana ditambah lagi ketika jaman kebesaran Kerajaan Majapahit daerah "Bocah" adalah merupakan wilayah "Arek" tapi tidaklah sebaliknya.

    Nah, praktis jika melihat Kota Surabaya adalah kota para pendatang, dimana semua daerah berdatangan dan berkumpul; dan soal "Arek" ini adalah wujud dari keunggulan serta pengaruh kuat dari leluhur di jaman dulu.

    Pelajari dan amati sejarahnya, barulah kita tarik dari Malang ke Surabaya. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa Surabaya merupakan daerah suksesor dan pewaris genetik kreatif Malang secara tidak terlihat.

    "Bukan untuk perbedaan tapi janganlah disamakan".

    BalasHapus