BESTARI
Peta Nanggroe Aceh DarussalamBanda Aceh, Kompas - Permasalahan penerapan syariah Islam dan keberlanjutan perdamaian menjadi substansi dasar yang akan dikampanyekan dua partai politik lokal peserta Pemilihan Umum 2009, yaitu Partai Daulat Aceh dan Partai Aceh.
Permasalahan lain di luar tema tersebut akan menyusul untuk dibahas sebagai substansi kampanye kepada para calon pemilih.
Ketua Komite Pemenangan Partai Aceh Kamaruddin Abu Bakar yang ditemui di kantornya di Banda Aceh seusai mengikuti pencanangan Pemilu Damai, Senin (16/3), mengatakan, pihaknya hanya mengusung satu tema kampanye, yaitu perdamaian.
Menurut Kamaruddin, untuk bisa memperjuangkan pemenuhan isi nota kesepahaman damai itu, Partai Aceh menargetkan memperoleh sekitar 85 persen kursi yang tersedia di dewan perwakilan rakyat tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota.
”Setelah itu, kami baru berbicara untuk mengisi atau memenuhi seluruh isi nota kesepahaman damai,” ujarnya.
Setelah bisa mendudukkan para wakilnya di parlemen, menurut Kamaruddin, pihaknya baru akan berbicara mengenai perekonomian dan persoalan lain yang selama ini terjadi di masyarakat.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Daulat Aceh Tengku Muhibussabri mengatakan, syarat utama masyarakat Aceh untuk bisa menuju kesejahteraan adalah syariat Islam. Penegakan syariat Islam yang sebenarnya akan membawa masyarakat Aceh menuju kesejahteraan dan kemakmuran. ”Aceh akan lebih baik dengan tidak melupakan dasar perkembangannya di bawah syariat Islam,” katanya.
Muhibussabri menjelaskan, dalam ajaran Islam, masyarakat dilarang miskin dan harus mau bekerja keras untuk mendapatkan hasil yang optimal. Khusus untuk masyarakat Aceh, menurut dia, untuk menciptakan kesejahteraan, harus ada perubahan sikap kerja.
”Bantuan-bantuan dari berbagai lembaga dan negara donor telah melemahkan sikap kerja masyarakat Aceh. Ini yang harus diubah dalam kerangka syariat Islam,” katanya.
Dari pintu ke pintu
Kamaruddin menyatakan, partainya yang diyakini sebagai satu- satunya pemegang amanat pembentukan parpol lokal peserta pemilu, seperti yang tercantum dalam MoU Helsinki dan Undang-Undang No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, tidak henti-hentinya melakukan sosialisasi terhadap hal tersebut.
Sosialisasi itu dilaksanakan dengan metode dari pintu ke pintu oleh para kader di lapangan. Kader-kader tersebut, yang sebagian besar adalah simpatisan perjuangan partai sebelum dan sesudah penandatanganan MoU Helsinki, menggunakan jaringan yang sudah terbangun sejak masa konflik. ”Tanpa meninggalkan rapat umum,” katanya.
Sementara itu, Muhibussabri mengatakan, selain rapat umum, pihaknya juga mengandalkan sosialisasi dari pintu ke pintu. (mhd)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar